Cari ...

28 November 2016

Mengenal Fungsi OPUK (Lumbung Padi) di Mandailing

Radar Mandailing

OPUK
Opuk adalah lumbung padi.


Opuk tempat menyimpan padi yang sudah kering selama setahun. Karena dahulu di Mandailing itu menanam padi sekali setahun. Usai panen lahan sawah kemudian ditanami dengan palawija. Ada yang bertanam jagung, kacang tanah, kacang kuning dan tanaman lainnya.

Horbo manarik padati sian saba an manaru eme tu huta Pedati yang ditarik kerbau akan mengangkut padi hasil panen dari sawah ke kampung kemudian disimpan di lumbung padi (Opuk). Hanya padi kering pilihan yang dimasukkan ke lumbung padi.

Sementara padi yang setengah rusak masih bisa digunakan untuk makanan hewan peliharaan, seperti, itik dan bebek. Padi yang sudah kosong (Lapung) akan dibiarkan membusuk di sawah agar menjadi humus bersama jerami padi. Demikian juga halnya pemangku adat di Mandailing dahulu kala. Sangat selektif memberikan kepemimpinan.

Hanya kepada orang-orang yang terpuji dan teruji akhlaqnya diberikan kepemimpinan itu. Mulai dari Ketua Kampung, Ketua Banjar dan jabatan ketua lainnya, hanya diberikan kepada mereka yang teruji kemampuannya dan terpuji akhlaqnya.

Manusia lapung (rusak) akan tersisih dengan sendirinya dalam seleksi alam. Bahkan jika ingin coba-coba mengandalkan duit untuk merebut jabatan dan kekuasaan, dahulu kala bisa menjadi petaka bagi yang bersangkutan. Karena yang bersangkutan akan menjadi musuh orang sekampung.

( *Mengenang kejayaan Mandailing masa silam sebagai lumbung padi. Dan mengenang idealisme rakyat Mandailing dalam memilih pemimpinnya*).

Info lainnya : Sejarah Kopi Mandailing!

Sejarah awal kopi Mandailing!

Sejarah Kopi Mandheling Sumatera

Radar Mandailing


Kopi Arabica dibawa oleh bangsa Belanda ke Indonesia tahun 1699. Daerah Pakantan adalah daerah perkebunan Kopi Arabica pertama di Sumatra. Pada masa itu jenis kopi Arabica ini pertama kali ditanam di daerah Mandailing (Daerah Pakantan) lalu ke Tapanuli Utara (Lintong Nihuta dan daerah di sekitar danau Toba) dan dataran tinggi Gayo (Aceh Tengah).

Kopi Arabica Mandheling telah dikenal dunia sejak tahun 1878. Kopi ini tumbuh dengan sangat baik di ketinggian 1200 kaki di atas permukaan laut. Dan sekarang kopi arabica Mandheling ini hanya terdapat di Dataran TinggiGayo dan Lintong Nihuta. Tidak terdapat di daerah dan negara lain didunia. Kopi Arabica Mandheling mempunyai cita rasa yang Khas dan aroma yang sangat baik.

Pada zaman Kolonial Belanda dulu, kopi pertama kali di ekspor melalui pelabuhan yang terdapat di daerah pesisir Mandheling, maka untuk mengabadikan sejarah tersebut kopi arabica yang terdapat di daerah Sumatera (Pesisir dataran tinggi Danau Toba dan dataran tinggi Gayo) disebut dengan kopi Mandheling. Kopi arabica yang terdapat di Sumatera utara dan gayo (Acheh tengah) pada dasarnya berdiri sendiri. Termasuk kopi jenis, Arabica Lintong, Arabica Sidikalang, Arabica Brastagi dan Arabica Gayo.

21 November 2016

Apa itu Rush Money? Dan Bagaimana Dampaknya?

Radar Mandailing





(Jakarta) - Rush Money adalah penarikan uang dari bank secara besar-besaran (massal). Dampak Rush Money akan menimbulkan kekacauan dalam sistem perbankan lantaran akan kekurangan uang yang bisa meyebabkan gejolak ekonomi. Bank Indonesia (BI) akan kewalahan dan tidak mungkin mendistribusikan uang dalam jumlah banyak pada waktu bersamaan.

Selain itu, Rush Money juga akan menimbulkan keresahan di masyarakat karena bank akan kesulitan memenuhi permintaan masyarakat yang begitu tinggi karena bank hanya mencadangkan 5 s.d 10% dana Cash saja dari total dana pihak ketiga, yaitu dana nasabahnya.

Rush Money di Indonesia sudah pernah terjadi ketika krisis moneter tahun 1997-1998, dimana Bank Central Asia (BCA) dihantam oleh nasabahnya yang secara tiba-tiba menarik uang mereka secara besar-besaran, hingga akhirnya BCA sempat kolaps dan harus mendapatkan suntikan dana segar dari pemerintah. Setelah kejadian krisis ekonomi tahun 1997-1998 berlanjut dengan krisis politik dan sosial yang berhujung dengan tumbangnya rezim pemerintahan Soeharto. (Sumber: sisausaha.com)

Isu akan ada gerakan Rush Money pada 25 November 2016 berhembus kencang bersamaan dengan rencana aksi demonstrasi kasus dugaan penistaan agama oleh Gubernur nonaktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. Ketua DPP Partai Nasdem Johnny G Plate menduga ada kelompok yang menggerakkan dan memainkan isu tersebut hanya demi kepentingan jangka pendek kelompoknya saja.“Mereka tentu tidak berpihak pada kepentingan perekonomian nasional. Tidak perlu meniru perjuangan kelompok seperti ini,” tuturnya dilansir Kompas.com.

Sementara itu, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menanggapi dingin soal isu tersebut. Ia meyakini, jika masyarakat peduli dengan kondisi perekonomian di Tanah Air, maka masyarakat akan menjaga dan tidak mudah dihasut untuk merusak negaranya sendiri. “Menurut saya itu (rush money) adalah suatu hasutan yang berbahaya, yang tentu masyarakat sangat paham bahwa itu enggak akan mencapai tujuan yang diinginkan oleh masyarakat itu sendiri. Yakni suatu kondisi sosial yang baik yang menciptakan kesempatan kita untuk terus memperbaiki kesejahteraan masyarakat,” ujarnya.

Sumber : makassartoday.com

18 November 2016

Menganalisa Wawasan Perspektif Global Perekonomian Indonesia

Radar Mandailing

1. Menganalisa Wawasan Perspektif Global Perekonomian Indonesia





Wawasan perspektif global merupakan suatu cara pandang, cara tinjau dan cara berpikir terhadap suatu masalah, kejadian atau kegiatan dari suatu kepentingan global, yaitu dari sisi kepentingan dunia atau internasional. Dengan perspektif yang semakin mengglobal kita dapat memahami dunia dan seisinya, sehingga menumbuhkan kesadaran bahwa dunia yang begitu kompleks dan luas itu dapat menjadi sempit dan sederhana.

Sehingga kita perlu untuk mengkaji lebih dalam pentingnya berwawasan perspektif global yang erat kaitannya dengan landasan pendukung kesadaran dan wawasan global yang diperlukan, bidang kekuatan globalisasi, peningkatan daya saing dalam globalisasi, pengembangan wawasan global melalui pendidikan, pengantisipasian arus globalisasi, sampai konsep inovasi untuk peningkatan wawasan global.

Ciri Dan Dampak Globalisasi

Perekonomian Indonesia memiliki prospek yang sangat menjanjikan. Sebagai negara dengan perekonomian terbesar ke-16 di dunia. Perekonomian Indonesia jauh lebih stabil dan terdiversifikasi. Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia mengalami kemajuan pesat dalam pengelolaan makro ekonomi.

Perspektif global yang telah ditinjau saat ini memiliki ciri-ciri masyarakat terbuka, liberal, pasar bebas, persaingan bebas (kompetisi), demokrasi berkembang. Dalam perekonomian Indonesia, hukum ekonomi the invisible hand) semakin besar peranannya dibanding peranan hukum negara mekanisme pasar semakin berperan dari pada proses administrasi. Sistem ekonomi mengarah ke keterbukaan, ekspansi kapitalisme internasional, “Hilangnya batas-batas” negara untuk aktivitas ekonomi. Transaksi ekonomi tidak lagi dibatasi peraturan pemerintah, contoh pembelian dengan US $ di Indonesia tidak bisa dilarang oleh pemerintah. Munculnya komunitas/assosiasi/organisasi internasional & kerjasama multilateral semacam MEE, OKI, OPEC, mata uang Euro, pembebasan visa, dsb.

Pemerintah cenderung melepas urusan-urusan domestik masyarakatnya itu (debirokratisasi) batas negara & kewenangannya tunduk pada kekuatan teknologi, tatanan ekonomi global, tatanan sosial & politik internasional. Transaksi ekonomi sudah tidak mungkin diatur lagi secara efektif oleh negara. Kebijakan pemerintah cenderung pro-pasar.





Mas’oed (2002) menguraikan persoalan yang muncul berkait dengan globalisasi ini adalah ketidakstabilan dan ketidak-pastian ekonomi-politik (global disorder dan global instability) paling tidak sejak tahun 1980-an.

Terdapat 3 kekuatan yang menyebabkannya, yaitu :

Penciptaan dan pengintegrasian ekonomi global di bawah hegemoni kapitalis. Perubahan teknologi yang amat cepat Konsentrasi kepemilikan uang dan kapital oleh si kaya dan si kuat. Untuk lebih memahami masalah globalisasi, maka kita harus:

1 - Tertarik dan menaruh perhatian terhadap peristiwa-peristiwa dan perubahan pada masyarakat tingkat lokal, nasional, dan masyarakat global.

2 - Aktif mencari informasi yang berkaitan dengan masalah, peristiwa,kegiatan baik di tingkat local, nasional, dan global.

3 - Mau menerima setiap perubahan danpembaharuan sepanjang tidak bertentangan dengan nilai budaya bangsa kita.

4 - Peduli dan mau membantu memecahkan masalah.

5 - Secara terus menerus meningkatkan ilmu pengetahuan, baik melalui pendidikan formal atau dengan cara-cara nonformal.

Dalam globalisasi kita menyadari bahwa setiap bangsa adalah saling bersaing, dan berpacu dengan segala perubahan dan kemajuan. Kita akan kalah dalam persaingan kalau tidak siap, dan tidak mengantisipasinya sejak awal. Kesiapan kita dalam bersaing, adalah dengan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Peningkatan Daya Saing Dalam Globalisasi

1. Peningkatan produksi dan mutu produk. Yang dimaksudkan dengan produk disini tidak hanya dalam pengertian industri, akan tetapi juga dalam pendidikan.

2. Penguasaan Bahasa Inggris sebagai bahasa yang digunakan secara internasional, bukan saja sebagai bahasa percakapan, tetapi juga buku sumber ilmu pengetahuan menggunakan Bahasa Inggris.

3. Penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi.


Sumber : Para Pengamat Ekonomi

15 November 2016

Pahlawan Pendidikan dari Mandailing

Sejarah singkat Willem Iskandar

Radar Mandailing





Nama asli dari Willem Iskander adalah Sati Nasution dengan gelar Sutan Iskandar. Dia masuk ke agama Kristen di kota Arnhem pada tahun1858. Belajar di Oefenschool di kota Amsterdam negeri Belanda. Sibulus bulus Sirumbuk rumbuk adalah salah satu karya sastra anak terbaik Mandailing Natal pada zamannya.
Setelah tamat dari Amsterdam dia berangkat dengan tujuan Batavia atau Jakarta yang sekarang. Willem Iskander atau Sutan Iskandar berangkat dengan menumpang kapal laut bernama Petronella Catrina pada1861. Dia menemui Gubernur Jendral Mr. Ludolf Anne Jan Wilt Baron Sloet van Beele. Kemudian ia menuju kota Padang. William Iskander menghadap pada Van den Bosche disana.

Lalu meneruskan perjalanan ke Natal. Tiba di Mandailing kembali pada tahun 1862. Tak lama sesudahnya tepatnya di desa Tano Bato yang berada pada 526 M di atas permukaan laut, di mulai mendirikan sekolah untuk anak bangsa sebanyak 4 kelas. Ruang kelasnya terbuat dari bambu dan rumbia.

Pada tahun 1873, ia kembali meninggalkan Mandailing Indonesia untuk menuju negeri Belanda. Tahun 1874 berangkat dari Batavia dengan seorang bernama Banas Lubis. Setelah tiba di Belanda, ia menikah dengan Maria Christina pada 1876. Lalu Willem Iskander meninggal pada tahun1876 itu juga. Beliau dimakamkan di Zorgvlied Begraafplaats, Amsterdam. Inilah riwayat perjalanan Willem Iskander di dunia Pendidikan. Dialah salah seorang yang memberantas kebodohan dan buta aksara di Mandailing.

Hingga sekarang namanya tetap harum di Sumatera Utara, khususnya di Mandailing Natal. Banyak sekolah SD, SMP atau SMU yang melukiskan gambar dan juga mencantumkan kutipan kutipan isi karangan Willem Iskander di dinding sekolah. Dan bahkan ada yang menamai sekolahnya dengan nama sekolah Willem Iskander seperti SMEA dan SMK.


Sumber : Berbagai Situs

Patung Sangkalon Salah Satu Bukti Peninggalan Sejarah di Mandailing

Bukti Peninggalan Sejarah di Mandailing

Radar Mandailing


Patung Sangkalon biasa didudukkan di depan rumah raja-raja di Mandailing, lambang keadilan masyarakat Mandailing dahulu dilaksanakan di daerah itu. Patung yang dipanggil “Si pangan anak si pangan boru, ”Artinya, “Si pemakan anak lelaki, si pemakan anak perempuan” ini perumpamaan tentang hukum dan keadilan harus ditegakkan meskipun terpaksa membunuh anak sendiri.

Patung Sangkalon melambangkan suatu sikap atau nilai budaya demi tegaknya keadilan. Sampai anak kandung sendiri harus dibunuh kalau ternyata melakukan kesalahan, tidak pilih kasih. Adanya Patung Sangkalon, bukti adanya kearifan budaya lokal yang hidup pada masyarakat Mandailing. Seharusnya diwariskan secara terus-menerus sampai hari ini, karena merupakan peninggalan nenek moyang Bangsa Indonesia. Hal itu dilakukan para raja-raja yang memimpin kerajaan di Mandailing, kepemimpinan yang jujur, adil dan bijaksana.

Seharusnya juga diwariskan hari ini kepada para pemimpin negeri ini bahwa semua orang sama kedudukannya di mata hukum.

Anak Sendiri Juga Dihukum

Anggapan raja atau kerajaan memerintah sewenang-wenang, kebal hukum ternyata tidak benar. Patung Sangkalon yang lahir dari kearifan budaya lokal itu tumbuh dan berkembang pada kerajaan di Mandailing Natal bahwa hukum itu berlaku bagi semua orang yang ada di kerajaan itu tanpa terkecuali. Hukum dijalankan raja di kerajaan berkeadilan bagi semua orang yang ada di kerajaannya. Artinya, hukum menjadi panglima tertinggi sehingga keadilan yang diinginkan semua orang tercipta. Pada zaman itu hukum memiliki kedudukan sangat penting. Menyatu dengan kepercayaan, moral dan adat-istiadat atau tradisi masyarakat yang turun-temurun. Ada ungkapan Adat Dohot Ugari atau artinya adat dan norma-norma. Ada juga ungkapan Patik dohot Uhum, artinya peraturan dan hukum.

Kedudukan hukum waktu itu sangat tegas dan jelas. Pranata hukum menyatu dalam kehidupan masyarakat, tidak berdiri sendiri melainkan bagian yang tidak terpisahkan dengan unsur kebudayaan Mandailing. Masyarakat Mandailing waktu itu sangat erat hubungannya dengan hukum. Penerapannya sangat jelas sebagaimana tertuang dalam ungkapan muda tartiop opatna, ni paspas naraco holing, ni ungkap buntil ni adat, ni suat dokdok ni hasalaan, ni dabu utang dohot baris. Artinya mengadili seseorang harus didasarkan syarat. Pedoman dasar, syarat yang telah terpenuhi yakni naraco holing atau pertimbangan yang seadil-adilnya. Dengan melihat ketentuan adat-istiadat, mengukur beratnya kesalahan dalam menjatuhkan hukuman.


Sumber : Via Facebook

Sejarah Kerajaan Pannai di Tapanuli Selatan

Sejarah Kerajaan Pannai di Tapanuli Selatan

- Candi Bahal

Radar Mandailing





Kerajaan Pannai atau Pane merupakan kerajaan Buddhis yang pernah berdiri pada abad ke-11 sampai ke-14 di pesisir timur Sumatera Utara. Lokasi kerajaan ini tepatnya di lembah sungai Pannai dan Barumun yang mengalir di Kabupaten Labuhan Batu dan Kabupaten Tapanuli Selatan sekarang. Kerajaan ini kurang dikenal akibat minimnya sumber sejarah dan sedikitnya prasasti yang menyebutkan kerajaan ini.

Menurut para sejarawan sebagian besar prasasti di Candi ini di ambil oleh penjajah Kolonial Belanda dan dibawa ke Negeri Belanda. Sebagai kerajaan kecil, kemungkinan kerajaan Pannai merupakan kerajaan bawahan dari Kerajaan Sriwijaya kemudian Dharmasraya.

Meskipun kurang dikenal,kerajaan Buddha beraliran Tantrayana ini meninggalkan peninggalan belasan candi-candi Buddha yang tersebar di kawasan Percandian Padanglawas, yakni sebanyak 16 bangunan, salah satunya Candi Bahal.

Sumber : Via Facebook

Daftar Marga di Mandailing Natal

DAFTAR MARGA MANDAILING

- Radar Mandailing





Mandailing adalah salah satu suku Batak bertempat tinggal di pendalaman pesisir pantai Barat Pulau Sumatera. Termasuk suku Batak karena menggunakan bahasa yang hampir mirip dengan bahasa Batak Toba dan Batak Angkola, serta Batak Simalungun. Begitu pula dengan adat istiadatnya yang Patrilinealistik. Juga menggunakan marga yang diturunkan secara turun temurun.

Sebagian besar dari marga-marga tersebut terdapat pula di belahan Toba, Angkola, Simalungun. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa tentulah di masa yang lalu terdapat hubungan kekerabatan yang terlupakan oleh sejarah tertulis.

Dalam sejarahnya masyarakat Mandailing hidup dengan sistem pemerintahan tradisional, tradisi persawahan, pengembalaan kerbau, pelombongan/penambangan mas, persenjataan, dan perairan. Kaya dengan mitologi asal-usul marga, Mandailing tercatat dalam kitab Nagarakertagama pada abad ke 14 Masehi, namun sulit mendapatkan catatan sejarah mengenai mereka.

Tanah Mandailing dapat dibagi menjadi 2 (dua) yaitu :

1. Mandailing Godang

2. Mandailing Julu

Masyarakat Mandailing diatur dengan menggunakan sistem sosial Dalian na Tolu (Tumpuan Yang Tiga) merujuk kepada aturan kekerabatan marga yang diikat meneruskan perkawinan dan prinsip Olong Dohot Domu (Kasih Sayang dan Keakraban).

Sistem pemerintahan Mandailing bersifat demokratis dan egalitar. Lembaga pemerintahan Na Mora Na Toras (Yang Dimuliakan dan Dituakan) memastikan keadilan dan kepemimpinan yang dinamis.

Gordang Sambilan adalah gendang adat yang terdiri dari sembilan buah gendang yang relatif besar dan panjang, dan digunakan dalam upacara perkawinan, penabalan dan kematian.

Sabe-Sabe selendang istiadat dipakai untuk upacara adat dan untuk tarian adat yang disebut Tor-Tor.

MARGA-MARGA MANDAILING

Ada yang memperkirakan bahwa di Mandailing terdapat 13 marga. Marga-marga itu ialah :

1. Hasibuan
2. Dalimunte
3. Mardia
4. Pulungan
5. Lubis
6. Nasution
7. Rangkuti
8. Parinduri
9. Daulay
10. Matondang
11. Batu Bara
12. Tanjung
13. Lintang

Lumrahnya setiap marga mempunyai nenek moyang yang sama. Tetapi ada juga sejumlah marga yang berlainan nama tetapi mempunyai nenek moyang yang sama. Misalnya, marga Rangkuti dan Parinduri, Pulungan, Lubis dan Harahap, Daulay, Matondang serta Batu Bara.

Melalui tarombo atau silsilah keturunan dapat diketahui nenek moyang bersama sesuatu marga. Dan dari jumlah generasi yang tertera dalam tarombo dapat pula diperhitungkan berapa usia suatu marga atau sudah berapa lama suatu marga tinggal di Mandailing. Dari banyak marga tersebut, terdapat dua marga besar yang berkuasa, yang masing-masing menduduki sebuah wilayah luas yang bulat. Marga-marga penguasa itu adalah sebagai berikut :

Nasution di Mandailing Godang
Lubis di Mandailing Julu

Menurut Abdoellah Loebis, marga-marga di Mandailing dibedakannya berdasarkan wilayah Tanah Mandailing.

1. Mandailing Julu dan Pakantan adalah seperti berikut:

- Lubis (yang terbagi kepada Lubis Huta Nopan dan Lubis Singa Soro).
- Nasution
- Parinduri
- Batubara
- Matondang
- Daulay
- Nai Monte
- Hasibuan
- Pulungan

2. Marga-marga di Mandailing Godang pula adalah :

- Nasution yang terbagi atas Nasution Panyabungan, Tambangan, Borotan, Lantat, Jior, Tonga, Dolok, Maga, Pidoli, dan lain-lain.

- Lubis
- Hasibuan
- Harahap
- Batu Bara
- Matondang (keturunan Hasibuan)
- Rangkuti
- Mardia
- Parinduri
- Batu na Bolon
- Pulungan
- Rambe
- Mangintir
- Nai Monte
- Panggabean
- Tangga Ambeng
- Margara.

14 November 2016

Sejarah dan Adat Mandailing

Radar Mandailing

Sejarah dan Adat Mandailing

Kabupaten daerah tingkat II Mandailing Natal, merupakan kabupaten paling selatan dari provinsi daerah tingkat I Sumatera Utara yang dibentuk berdasarkan Undang-undang RI No.12 tahun 1998 dan di syahkan pada tanggal 23 November 1998. Kabupaten ini adalah hasil pemekaran dari wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Tapanuli Selatan.

Mandailing memiliki potensi wilayah yang beranekaragam, dengan sumber daya yang cukup luas dan subur untuk dikembangkan menjadi areal pertanian seperti kelapa, kelapa sawit, karet, padi, kulit manis, buah jeruk serta pertambakan ikan. Potensi lain adalah adanya deposit mineral, seperti emas, batubara, timah, belerang, besi, tembaga, seng, erak, timbal, kaolin dan marmar.

Keberadaan Mandailing sudah diperhitungkan sejak abad ke-14 dengan dicantumkannya nama Mandailing dalam sumpah Palapa gajah mada pada syair ke-13 Kakawin Negarakertagama hasil karya Prapanca sebagai daerah ekspansi Majapahit sekitar tahun 1287 Caka (1365) ke beberapa wilayah di luar Jawa.



Mandailing pada masa tersebut diperkirakan sudah berkembang, dengan kondisi masyarakat yang homogen, tumbuh dan terhimpun dalam suatu ketatanegaraan kerajaan dengan kebudayaannya yang sudah tinggi di zaman tesebut. Berabad sebelum Prapanca, di Mandailing telah tumbuh masyarakat berbudaya tinggi (berdasarkan catatan sejarah serangan Rajendra Cola dari India pada tahun 1023 M ke Kerajaan Panai) di hulu sungai Barumun atau di sepanjang aliran sungai Batang Pane mulai dari Binanga, Portibi di Gunung Tua hingga lembah pegunungan Sibual-buali di Sipirok. Hal ini ditandai dengan adanya masyarakat bermarga pane di Sipirok, Angkola dan Mandailing.

Dalam buku sejarah Batak yang dituliskan pada kesusasteraan klasik Toba Tua (Tonggo-tonggo Siboru Deak parujar), juga telah disebut nama Mandailing sebagai tempat asal nenek moyang Suku Batak Toba. Diperkirakan, Tonggo-tonggo tersebut diciptakan setelah kelahiran si raja Batak (generasi ke-6 Siboru Deakparujar dan Siraja Odap-odap) pada tahun 1305 M. Siraja Batak diduga tinggal di Mandailing yang kemudian pindah ke tanah Toba dan terus berkembang. Hal ini juga dipertegas oleh Z. Pangaduan lubis dalam bukunya ‘Kisah Asal-usul Marga di Mandailing’. Nama Mandailing diduga berasal dari kata Mandehilang (bahasa Minangkabau, artinya ibu yang hilang), kata Mundahilang, kata Mandalay (nama kota di Burma) dan kata Mandala Holing (nama kerajaan di Portibi, Gunung Tua) Munda adalah nama bangsa di India Utara, yang menyingkir ke Selatan pada tahun 1500 SM karena desakan Bangsa Aria. Sebagian bangsa Munda masuk ke Sumatera melalui pelabuhan Barus di Pantai Barat Sumatera. Mandailing memiliki riwayat asal usul marga yang diduga berawal sejak abad ke 9-10 SM.

Mayoritas marga yang ada di Mandailing adalah Lubis dan Nasution. Nenek Moyang Marga Lubis yang bernama Angin Bugis berasal dari Sulawesi Selatan. Angin Bugis atau Sutan Bugis berlayar dan menetap di Hutapanopaan (sekarang Kotanopan) dan mengembangkan keturunannya, sampai pada anak yang bergelar Namora Pande Bosi III. Marga Hutasuhut adalah generasi berikutnya dari keturunan Namora Pande Bosi III, yang berasal dari ibu yang berbeda dan menetap di daerah Guluan Gajah. Marga Harahap dan Hasibuan juga merupakan keturunan Namora Namora Pande Bosi III yang menetap di daerah Portibi, Padang Bolak. Marga Pulungan berasal dari Sutan Pulungan, yang merupakan keturunan ke lima dari Namora Pande Bosi dengan istri pertamanya yang berasal dari Angkola.

Sedangkan pembawa marga Nasution adalah Baroar Nasakti, anak hasil pernikahan antara Batara Pinayungan (dari kerajaan Pagaruyung) dengan Lidung Bulan (adik perempuan Sutan Pulungan) yang menetap di Penyabungan Tonga. Moyang Marga Rangkuti dan Parinduri adalah Mangaraja Sutan Pane yang berasal dari kerajaan Panai, Padang Lawas. Keturunan Sutan Pane, DatuJanggut Marpayung Aji dijuluki ‘orang Nan Ditakuti’, dan berubah menjadi Rangkuti yang menetap di Huta Lobu Mandala Sena (Aek Marian). Keturunan Datu Janggut Marpayung Aji tersebar ke beberapa tempat dan salah satunya ke daerah Tamiang, membawa marga Parinduri.



Nenek moyang marga Batubara, Matondang dan Daulay bernama Parmato Sopiak dan Datu Bitcu Rayo (dua orang pemimpin serombongan orang Melayu) berasal dari Batubara, Asahan.Selain masyarakat bermarga, daerah Mandailing telah didiami tiga suku lainnya, jauh sebelum abad ke-10, yaitu Suku Sakai, Suku Hulu Muarasipongi dan Suku Lubu Siladang. Suku Sakai bermukim di hulu-hulu sungai kecil, dan beberapa juga ditemukan di daerah Dumai dan Duri (Riau) serta Malaysia. Suku Hulu Muarasipongi diduga berasal dari Riau, sedangkan bahasa dan adatnya, mirip dengan bahasa dan adat Riau serta Padang Pesisir. Suku Lubu Siladang bermukim di lereng Gunung Tor Sihite, bahasa dan adatnya berbeda dengan bahasa dan adat Mandailing dan Melayu. Begitu pula ciri fisiknya yang tegap, kekar, mata bulat berwarna coklat tua, dan sikap yang ramah, rajin, selalu merendahkan diri.

Masyarakat Mandailing di dalam pelaksanaan adat dan hukum adatnya menggunakan satu struktur sistem adat yang disebut Dalihan Natolu (tungku yang tiga), yang mengandung arti bahwa masyarakat Mandailing menganut sistem sosial yang terdiri atas :

1). Kahanggi, (kelompok orang semarga).

2). Mora (kelompok kerabat pemberi anak gadis).

3). Anak Boru (kelompok kerabat penerima anak gadis).

Ketiga unsur ini senantiasa selalu bersama dalam setiap pelaksanaan kegiatan adat, seperti Horja (pekerjaan), yaitu tiga jenis :

(a) Horja Siriaon adalah kegiatan kegembiraan meliputi upacara kelahiran (tubuan anak), memasuki rumah baru (Marbongkot bagas na imbaru) dan mengawinkan anak (haroan boru).

(b) Horja Siluluton (upacara Kematian).

(c) Horja Siulaon (gotong royong).

Sistem pemerintahan di Mandailing, sebelum datangnya Belanda merupakan pemerintahan yang dipimpin oleh pengetua-pengetua adat, yaitu raja dan Namora Natoras sebagai pemegang kekuasaan dan adat.

Raja di Mandailing terdiri atas beberapa jenis, yaitu :

- Panusunan (raja tertinggi).

- Ihutan (di bawah Panusunan).

- Pamusuk (raja satu huta, tunduk pada Panusunan dan Pamusuk).

- Sioban Ripe (di bawah raja Pamusuk).

- Suhu (di bawah Pamusuk dan Sioban Ripe, tetapi tidak terdapat di semua Huta).

Semua raja Panusunan yang ada di Mandailing berasal dari satu keturunan yaitu marga Lubis di Mandailing Julu dan marga Nasution di Mandailing Godang yang masing-masing berdaulat penuh di wilayahnya.

Namora Natoras terdiri atas :

- Namora (orang yang menjadi kepala dari tiap parompuan kaum kerabat raja yang merupakan kahanggi raja).

- Natoras (seseorang yang tertua dari satu parompuan).

- Suhu (orang yang semarga dengan Raja Panusunan/Pamusuk tetapi bukan satu keturunan Raja).

- Bayo-bayo Nagodang (mereka yang tidak semarga dengan raja, yang datang bersama-sama pada waktu tertentu ke huta tersebut).

Sumber : Berbagai Situs

13 November 2016

Mandailing di Masa Kolonialisme Belanda

Mandailing Natal

Radar Mandailing

Kolonialisme adalah penguasaan oleh suatu negara atas daerah atau bangsa lain dengan cara dikelompokkan.

Pada awal masuknya kolonialisme di Mandailing Natal, sebagian besar penduduknya diyakini menganut agama Islam. Agama Islam diduga masuk dari arah Pesisir Tapanuli, tetapi ada juga kaum minoritas penganut Kristiani yang bermukim di wilayah Pakantan, Mandailing Julu.




Mandailing di zaman dahulu mempunyai sistem pemerintahan kerajaan. Sistem pemerintahan ini tetap berjalan sampai masuknya masa kolonialisme.


Lebih lengkap : Rumah Adat dan Kehidupan Masyarakat Mandailing


Raja di Mandailing terbagi atas beberapa tingkatan :

1). Raja Panusunan, yaitu raja tertinggi yang menguasai beberapa kesatuan huta.

2). Raja Ihutan, raja yang menguasai beberapa huta dibawah Raja Panusunan.

3). Raja Pamusuk, raja yang memimpin satu huta dibawah Raja Ihutan.

4). Raja Sioban Ripe, raja yang memimpin satu pagaran, satu kawasan kecil yang belum memenuhi syarat sebagai huta. Raja ini dibawah kekuasaan Raja Pamusuk.

5). Suhut, pemuka adat yang berada dibawah Raja Pamusuk dan Raja Sioban Ripe.



Raja Panusunan di Mandailing Godang berasal dari satu keturunan marga Nasution yang berkuasa di sembilan wilayah, yakni :

- Panyabungan Tonga
- Huta Siantar
- Pidoli Dolok
- Gunung Tua
- Gunung Baringin
- Panyabungan Julu
- Maga
- Muarasoma/Muara Parlampungan
- Aek Nangali

Baca Sejarah dan Adat Istiadat Orang Mandailing

09 November 2016

Rumah Adat Suku Mandailing Di Sumatera Utara

Inilah Rumah Adat Batak Mandailing Sumatera Utara

Rumah Adat Batak Mandailing disebut sebagai Bagas Godang tempat kediaman para raja, terletak disebuah kompleks yang sangat luas dan selalu didampingi dengan Sopo Godang sebagai balai sidang adat. Bangunannya mempergunakan tiang-tiang besar yang berjumlah ganjil sebagaimana juga jumlah anak tangganya.

Bangunan arsitektur tradisional Rumah Adat Batak Mandailing Sumatera Utara adalah bukti budaya fisik yang memiliki peradaban yang tinggi. Sisa-sisa peninggalan arsitektur tradisional Batak Mandailing masih dapat kita lihat sampai sekarang ini dan merupakan salah satu dari beberapa peninggalan hasil karya arsitektur tradisional bangsa Indonesia yang patut mendapat perhatian dan dipertahankan oleh Pemerintah dan masyarakat baik secara langsung baik tidak langsung.



Bagas Godang merupakan rumah berarsitektur Mandailing dengan konstruksi yang khas. Berbentuk empat persegi panjang yang disangga kayu-kayu besar berjumlah ganjil. Ruang terdiri dari ruang depan, ruang tengah, ruang tidur, dan dapur. Terbuat dari kayu, berkolong dengan tujuh atau sembilan anak tangga, berpintu lebar dan berbunyi keras jika dibuka. Kontruksi atap berbentuk tarup silengkung dolok, seperti atap pedati. Satu komplek dengan Bagas Godang terdapat Sopo Godang, Sopo Gondang, Sopo Jago, dan Sopo Eme. Keseluruhan menghadap ke Alaman Bolak.

Alaman Bolak adalah sebuah bidang halaman yang sangat luas dan datar. Selain berfungsi sebagai tempat prosesi adat, juga menjadi tempat berkumpul masyarakat. Sering juga disebut alaman bolak silangse utang. Maksudnya, siapapun yang lari kehalaman ini mencari keselamatan, ia akan dilindungi raja.

Sopo Godang adalah tempat memusyawarahkan peraturan adat. Selain itu, tempat ini juga dijadikan untukpertunjukan kesenian, tempat belajar adat dan kerajinan, bahkan juga tempat musyafir bermalam. Berbagai patik, uhum, ugari dan hapantunan lahir dari tempat ini. Juga disiapkan untuk menerima tamu-tamu terhormat.

Dirancang berkolong dan tidak berdinding agar penduduk dapat mengikuti berbagai kegiatan di dalamnya. KarenanyaSopo Godang juga disebut Sopo Sio Rangcang Magodang, inganan ni partahian paradatan, parosu-rosuan ni hula dohot dongan. Artinya, Balai Sidang Agung, tempat bermusyawarah melakukan sidang adat,menjalin keakraban para tokoh terhormat dan para kerabat.

Sopo Jago adalah tempat naposo bulung duduk-duduk sambil menjaga keamanan desa. Sopo Gondang adalah tempat menyimpan Gorgang Sambilan atau alat-alat seni kerajaan lain. Alat-alat itu biasanya dianggap sakral.

Sopo eme atau hopuka dalah tempat menyimpan padi setelah dipanen, lambang kemakmuran bagi huta. Seluruh komplek bangunan bagas godang pada masa lalu tidak berpagar. Sekalipun raja yang menempatinya, tetapi seluruh bangunan ini dianggap sebagai milik masyarakat dan dimuliakan warga huta.

Mandailing mengenal nilai-nilai luhur yang disebut dengan holong dohot domu. Holong berarti saling menyayangi sesama dan berbuat baik kepada orang lain. Domu berarti persatuan dari penduduk yang dianggap satu huta dan satu keturunan. Domu dianggap sudah dibawa sejak lahir (na ni oban topak), juga disebut dengan surat tumbaga holing naso ra sasa, sesuatu yang sudah terpatri dalam hati dan tidak dapat dihapus. Nilai-nilai itu dianggap falsafah hidup Mandailing.

Kerajaan - kerajaan di Mandailing

Mandailing secara umum dikelompokkan atas tiga wilayah geografis : Mandailing Jae, Mandailing Godang dan Mandailing Julu.

Mandailing Jae dan Mandailing Godang diperintah oleh raja. Raja tersebut berkuasa secara turun temurun. Wilayah kerajaannya mulai dari lingkup desa sampai gabungan beberapa desa. Secara tradisional, raja dan pembantunya dipanggil sebagai Namora-Natoras.



Selain itu, ada juga yang membagi Mandailing atas dua kelompok besar, yakni Mandailing Godang dan Mandailing Julu. Mandailing Godang didominasi marga Nasution. Mereka menempati kawasan yang berbatasan dengan Sihepeng (sebelah utara), Maga (sebelah selatan), dan Muarasoma serta Muara Parlampungan (sebelah barat).

Sedangkan, Mandailing Julu didominasi oleh marga Lubis. Mereka menempati kawasan mulai Laru dan Tambangan sampai Pakantan dan Hutagodang.

Selain marga Nasution dan Lubis, Mandailing juga didiami marga Pulungan, Rangkuti, Batubara, Daulay, Matondang, Parinduri, Hasibuan, dan lain-lain. Sekalipun marga-marga ini berbeda masuknya ke Mandailing, tetapi tidak ada yang mau disebut sebagai warga pendatang. Semuanya merasa sebagai penduduk asli Mandailing.

Payabulan, Lokasi Wisata Favorit di Mandailing!

Mandailing Natal



Pangkat Maga - Payabulan adalah salah satu tempat favorit tujuan wisata anak-anak muda mandailing, berlokasi di Desa Pangkat, Kecamatan Lembah Sorik Marapi sangat ramai pengunjung pada hari-hari libur.

Payabulan menawarkan pemandangan yang indah dan suasana alam yang begitu sejuk dan asri jauh dari kebisingan. Sangat cocok untuk menghilangkan stres setelah rutinitas bekerja sehari - hari.

Untuk akses ke sini diperlukan waktu sekitar ± 30 menit dari Kota Panyabungan tepatnya di Desa Pangkat - Desa Maga Lombang Kecamatan Lembah Sorik Marapi.

Ayo wisata ke Mandailing!

08 November 2016

Letak Geografis Kabupaten Mandailing Natal

Letak Geografis

Kabupaten Mandailing Natal memanjang pada kawasan 0˚10'-1˚50' Lintang Utara dan 98˚10'-100˚10 Bujur Timur. Ketinggian daerah ini antara 0-2.145 meter diatas permukaan laut.

Penduduk di dataran tinggi sebagian besar bemata pencaharian tani. Sedangkan daerah dataran rendah yakni pantai, hidup dari usaha sebagai nelayan. Selain itu ada juga yang bermata pencaharian sebagai buruh, pedagang dan lain-lain.

Akan tetapi sebagian besar masyarakat Mandailing Natal bermata pencaharian sebagai petani dan dahulu daerah Mandailing pernah dikenal sebagai daerah lumbung padi.

Sejarah Pusat Pemerintahan Kabupaten Mandailing Natal

Pusat Pemerintahan Kabupaten Mandailing Natal

Kota Panyabungan dipilih sebagai ibukota kabupaten Mandailing Natal karena letaknya yang strategis. Pada tanggal 11 Maret 1999 Gubernur Sumatera Utara Tengku Rizal Nurdin meresmikan gedung sementara perkantoran Bupati Mandailing Natal.

Tempatnya, dipilih dibekas perkantoran Proyek Pembangunan Irigasi Sungai Batang Gadis. Karena itu, kawasan itu sekarang disebut dengan kantor Bupati Lama.

Tempat ini sekarang sering digunakan untuk lapangan upacara pemerintah Kabupaten Mandailing Natal.

04 November 2016

Hina Agama Hindu, Ibu Rumah Tangga di Vonis 14 Bulan Penjara

Hina Agama Hindu, Ibu Rumah Tangga di Bali Dibui 14 Bulan

– detikNews

Jakarta – Rusgiani (44) dipenjara 14 bulan karena menghina agama Hindu. Ibu rumah tangga itu menyebut canang atau tempat menaruh sesaji dalam upacara keagamaan umat Hindu dengan kata-kata najis. Kasus bermula saat Rusgiani lewat di depan rumah Ni Ketut Surati di Gang Tresna Asih, Jalan Puri Gadung II, Jimbaran, Badung, pada 25 Agustus 2012. Saat melintas, dia menyatakan canang di depan rumah Ni Ketut najis. Canang adalah tempat sesaji untuk upacara agama Hindu.

"Tuhan tidak bisa datang ke rumah ini karena canang itu jijik dan kotor," kata Rusgiani seperti tertulis dalam putusan Pengadilan Negeri (PN) Denpasar yang dilansir website Mahkamah Agung (MA), Kamis (31\/10\/2013). Menurut Rusgiani, dia menyampaikan hal itu karena menurut keyakinannya yaitu agama Kristen, Tuhan tidak butuh persembahan. Rusgiani mengaku mengeluarkan pernyataan itu spontan dan disampaikan di hadapan tiga orang temannya.

"Tidak ada maksud menghina atau pun menodai ajaran agama Hindu," ujar Rusgiana. Atas perkataannya itu, Rusgiani dilaporkan ke polisi setempat. Setelah melalui proses penyidikan yang cukup lama, Rusgiani pun duduk di kursi pesakitan. Jaksa menuntut Rusgiani dengan hukuman 2 tahun penjara.Lalu apa kata majelis hakim?

"Menjatuhkan hukuman 1 tahun dan 2 bulan penjara," putus majelis hakim yang diketuai oleh AA Ketut Anom Wirakanta dengan anggota Indria Miryani dan Erly Soeliystarini. Majelis hakim menyatakan Rusgiani telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana dengan sengaja mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan agama yang dianut di Indonesia. Perkataan Rusgiani dapat mengganggu kerukunan umat beragama dan telah menodai agama Hindu.

"Perbuatan terdakwa dapat mencederai hubungan keharmonisan antar umat beragama di Indonesia," ujar majelis yang dibacakan pada 14 Mei 2013 lalu.   Atas vonis ini, Rusgiani menerima dan tidak mengajukan banding.

03 November 2016

Rumah Adat Mandailing!

Inilah Rumah Adat Batak Mandailing Sumatera Utara

Rumah Adat Batak Mandailing disebut sebagai Bagas Godang tempat kediaman para raja, terletak disebuah kompleks yang sangat luas dan selalu didampingi dengan Sopo Godang sebagai balai sidang adat. Bangunannya mempergunakan tiang-tiang besar yang berjumlah ganjil sebagaimana juga jumlah anak tangganya.

Bangunan arsitektur tradisional Rumah Adat Batak Mandailing Sumatera Utara adalah bukti budaya fisik yang memiliki peradaban yang tinggi. Sisa-sisa peninggalan arsitektur tradisional Batak Mandailing masih dapat kita lihat sampai sekarang ini dan merupakan salah satu dari beberapa peninggalan hasil karya arsitektur tradisional bangsa Indonesia yang patut mendapat perhatian dan dipertahankan oleh Pemerintah dan masyarakat baik secara langsung baik tidak langsung.

Bagas Godang merupakan rumah berarsitektur Mandailing dengan konstruksi yang khas. Berbentuk empat persegi panjang yang disangga kayu-kayu besar berjumlah ganjil. Ruang terdiri dari ruang depan, ruang tengah, ruang tidur, dan dapur. Terbuat dari kayu, berkolong dengan tujuh atau sembilan anak tangga, berpintu lebar dan berbunyi keras jika dibuka. Kontruksi atap berbentuk tarup silengkung dolok, seperti atap pedati. Satu komplek dengan Bagas Godang terdapat Sopo Godang, Sopo Gondang, Sopo Jago, dan Sopo Eme. Keseluruhan menghadap ke Alaman Bolak.

Alaman Bolak adalah sebuah bidang halaman yang sangat luas dan datar. Selain berfungsi sebagai tempat prosesi adat, juga menjadi tempat berkumpul masyarakat. Sering juga disebut alaman bolak silangse utang. Maksudnya, siapapun yang lari kehalaman ini mencari keselamatan, ia akan dilindungi raja.

Sopo Godang adalah tempat memusyawarahkan peraturan adat. Selain itu, tempat ini juga dijadikan untukpertunjukan kesenian, tempat belajar adat dan kerajinan, bahkan juga tempat musyafir bermalam. Berbagai patik, uhum, ugari dan hapantunan lahir dari tempat ini. Juga disiapkan untuk menerima tamu-tamu terhormat.

Dirancang berkolong dan tidak berdinding agar penduduk dapat mengikuti berbagai kegiatan di dalamnya. KarenanyaSopo Godang juga disebut Sopo Sio Rangcang Magodang, inganan ni partahian paradatan, parosu-rosuan ni hula dohot dongan. Artinya, Balai Sidang Agung, tempat bermusyawarah melakukan sidang adat,menjalin keakraban para tokoh terhormat dan para kerabat.

Sopo Jago adalah tempat naposo bulung duduk-duduk sambil menjaga keamanan desa.

 Sopo Gondang adalah tempat menyimpan Gorgang Sambilan atau alat-alat seni kerajaan lain. Alat-alat itu biasanya dianggap sakral.

Sopo eme atau hopuka dalah tempat menyimpan padi setelah dipanen, lambang kemakmuran bagi huta. Seluruh komplek bangunan bagas godang pada masa lalu tidak berpagar. Sekalipun raja yang menempatinya, tetapi seluruh bangunan ini dianggap sebagai milik masyarakat dan dimuliakan warga huta.

Mandailing mengenal nilai-nilai luhur yang disebut dengan holong dohot domu. Holong berarti saling menyayangi sesama dan berbuat baik kepada orang lain. Domu berarti persatuan dari penduduk yang dianggap satu huta dan satu keturunan. Domu dianggap sudah dibawa sejak lahir (na ni oban topak), juga disebut dengan surat tumbaga holing naso ra sasa, sesuatu yang sudah terpatri dalam hati dan tidak dapat dihapus. Nilai-nilai itu dianggap falsafah hidup Mandailing.